Jangan Lagi 'Menghafal' Bahasa Asing, 'Nikmati' seperti Sebuah Hidangan

Bagikan artikel
Perkiraan waktu baca 5–8 menit

Jangan Lagi 'Menghafal' Bahasa Asing, 'Nikmati' seperti Sebuah Hidangan

Pernahkah Anda merasakan hal ini?

Anda jelas-jelas sudah menghafal ribuan kata, melahap buku tata bahasa yang tebal, dan ponsel Anda penuh dengan aplikasi belajar. Namun ketika seorang asing benar-benar berdiri di depan Anda, pikiran Anda kosong melompong, dan setelah lama berusaha, Anda hanya bisa mengucapkan "Hello, how are you?"

Kita selalu berpikir bahwa belajar bahasa itu seperti memecahkan soal matematika: cukup dengan mengingat rumus (tata bahasa), mengganti variabel (kata-kata), maka kita akan mendapatkan jawaban yang benar (percakapan yang lancar).

Namun bagaimana jika pemikiran ini sudah salah sejak awal?

Bayangkan Bahasa sebagai 'Hidangan Istimewa'

Mari kita ubah pola pikir kita. Belajar bahasa, sebenarnya tidak seperti mempersiapkan ujian, tetapi lebih seperti belajar membuat sebuah 'hidangan istimewa' yang rumit.

Kata-kata dan tata bahasa, hanyalah 'resep' Anda. Itu memberitahu Anda bahan apa yang dibutuhkan, dan langkah-langkahnya. Ini penting, tetapi hanya dengan resep, Anda tidak akan pernah menjadi koki yang baik.

Apa yang akan dilakukan seorang koki sejati?

Dia akan secara pribadi mencicipi bahan-bahan (tenggelam dalam budaya negara tersebut, menonton film mereka, mendengarkan musik mereka). Dia akan merasakan tingkat kematangan masakan (memahami makna tersirat, slang, dan rasa humor dalam bahasa).

Yang terpenting, dia tidak pernah takut merusak masakan. Setiap percobaan yang gagal—masakan gosong atau terlalu banyak garam—adalah akumulasi pengalaman untuk hidangan sempurna berikutnya.

Sama halnya dengan belajar bahasa. Tujuannya bukan untuk 'menghafal resep' dengan sempurna, tetapi untuk bisa membuat hidangan lezat dengan tangan sendiri dan berbagi dengan teman-teman—yaitu, melakukan percakapan yang nyata dan hangat.

Jangan Lagi 'Belajar', Mulailah 'Bermain'

Jadi, jangan lagi menganggap diri Anda sebagai siswa yang rajin belajar. Anggaplah diri Anda sebagai penjelajah kuliner yang penuh rasa ingin tahu.

  1. Lupakan 'Jawaban Standar': Percakapan bukanlah ujian, tidak ada satu-satunya jawaban yang benar. Tujuan Anda adalah berkomunikasi, bukan nilai sempurna tata bahasa. Satu kalimat yang memiliki sedikit cacat namun tulus, jauh lebih menyentuh daripada kalimat yang sempurna secara tata bahasa namun tanpa emosi.

  2. Anggap Kesalahan sebagai 'Bumbu': Salah mengucapkan satu kata, salah menggunakan tenses, itu sama sekali bukan masalah besar. Itu seperti tangan yang gemetar saat memasak sehingga menambahkan sedikit terlalu banyak bumbu, mungkin rasanya akan sedikit aneh, tetapi pengalaman kali ini akan membuat Anda melakukannya lebih baik lain kali. Komunikasi yang sebenarnya, justru terjadi dalam interaksi yang tidak sempurna seperti ini.

  3. Temukan 'Dapur' dan 'Penikmat Makanan' Anda: Hanya berlatih dalam pikiran tidak cukup, Anda memerlukan dapur sungguhan untuk berlatih, dan membutuhkan seseorang untuk mencicipi hasil masakan Anda. Di masa lalu, ini berarti harus menghabiskan banyak uang untuk pergi ke luar negeri. Namun sekarang, teknologi memberikan kita pilihan yang lebih baik.

Misalnya, aplikasi obrolan seperti Intent, ini seperti 'dapur dunia' yang selalu terbuka untuk Anda. Ia memiliki terjemahan AI real-time terintegrasi, ini berarti, meskipun 'keterampilan memasak' Anda masih belum mahir, Anda tidak perlu khawatir lawan bicara tidak bisa 'mencicipi' (memahami) sepenuhnya. Anda bisa dengan berani berkomunikasi dengan penutur asli dari seluruh dunia, dan secara alami meningkatkan 'feeling' bahasa Anda dalam percakapan yang santai.

Pada akhirnya, Anda akan menemukan, hal yang paling menarik dari belajar bahasa bukanlah berapa banyak kata yang Anda ingat, atau seberapa tinggi nilai yang Anda dapatkan.

Melainkan ketika Anda menggunakan bahasa tersebut, tertawa lepas bersama teman baru, berbagi cerita, atau merasakan koneksi budaya yang belum pernah ada sebelumnya, rasa sukacita dan kepuasan yang muncul dari hati.

Inilah, yang sebenarnya kita inginkan dalam belajar bahasa, dan 'kelezatan' yang benar-benar ingin kita cicipi.